"Perhatikan Aceh, Tapi Jangan Lupakan Alor, Nabire"
Bencana alam seakan tidak henti menghempas manusia yang berdiam diatasnya. Gempa disusul tsunami terjadi beberapa waktu lalu. Belum lagi kondisi korban bencana dipulihkan, pemerintah pusat harus membagi lagi perhatian dan dana yang ada untuk korban banjir di sejumlah wilayah. Laporan ditulis Monique Rijkers.
***
Bencana gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Nangro Aceh Darussalam dan Sumatra Utara pada 26 Desember lalu, telah menyedot perhatian luar biasa dari pemerintah pusat dan masyarakat Indonesia. Hal ini wajar saja, karena gempa tersebut nyaris menyapu bersih penghuni di sebagian besar wilayah Aceh. Jumlah korban tewas luar biasa banyak, mencapai ratusan ribu jiwa. Belum lagi infrastruktur Aceh yang lumpuh total, sehingga beberapa hari Aceh sempat terisolasi dari dunia luar.
Perhatian pemerintah yang tercurah total untuk Aceh tersebut, seolah-olah mengalihkan perhatian pemerintah dan masyarakat, terhadap daerah lain yang juga mengalami musibah. Meskipun, jumlah korban dan kerugian tidak sebesar Aceh. Daerah Alor, Nusa Tenggara Timur, misalnya. Daerah ini diguncang gempa tektonik pada 12 November lalu, yang menyebabkan 33 orang tewas terkena reruntuhan dan infrastruktur yang rusak berat.
Hingga saat ini pengungsi Alor masih tertahan di tenda-tenda. Relawan yang membantu pengungsi di Alor, Romo Rudi menyebutkan, bantuan dari pemerintah pusat sudah tidak ada lagi. Mereka akhirnya hanya bisa membangun kembali rumah penduduk secara swadaya, menggunakan sisa bangunan yang masih bisa dimanfaatkan.
"Sejak bencana di Aceh, tidak ada lagi bantuan dari pemerintah pusat. Ada memang bantuan, tapi dikirim kelompok-kelompok tertentu yang dikirim kesini," kata Romo Rudi.
***
Sementara itu, Nabire juga masih berbenah, melakukan pembangunan kembali wilayah yang diguncang gempa 26 November lalu. Gempa di Nabire, menewaskan sekitar 27 orang dan puluhan ribu warga Nabire terpaksa eksodus ke luar Nabire. Ratusan rumah rusak, dan kini pemerintah daerah Nabire, membutuhkan dana ratusan milyar rupiah guna membangun kembali daerah Nabire.
Wakil Bupati Nabire, Tony Karubaba mengatakan, Nabire bisa memahami jika pemerintah pusat terkonsentrasi pada penanganan bencana di Aceh. Namun, ia berharap, pemerintah pusat tidak melupakan Nabire, yang juga terkena bencana.
"Bukan berarti kami merasa jadi anak tiri. Kami juga merasa prihatin, karena korban jiwa dan kerugian di Aceh lebih besar dari kami. Kami lihat, konsentrasi pemerintah, juga bantuan dari luar negeri ke Aceh. Kami sesalkan, bantuan barang menumpuk di luar Aceh. Kalau bisa, bantuan barang, makanan dan obat-obatan didorong ke Nabire. Kami mohon, kalau bisa, selain pemerintah memperhatikan Aceh, jangan lupakan kami. Karena Nabire juga bagian integral dari Indonesia," ujar Wakil Bupati Nabire, Tony Karubaba.
Tony Karubaba yang juga Ketua Harian Satkorlak Gempa Nabire mengatakan, untuk merehabilitasi atau membangun kembali Nabire pasca gempa, dibutuhkan sedikitnya dana hampir 600 milyar rupiah. Saat ini pemerintah kabupaten Nabire tengah memprioritaskan pembangunan 130-an tempat ibadah, dan 900-an ruang kelas darurat, agar kegiatan belajar mengajar tidak ketinggalan.
***
Tepat di hari Natal 2004, sebulan pasca gempa terjadi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang ke Nabire. Di depan pengungsi, Yudhoyono berjanji akan membantu korban gempa Nabire. Namun, selang sehari kemudian, bencana kembali melanda wilayah Indonesia. Gempa dan tsunami menghancurkan Aceh dan Nias Sumatra Utara. Sontak, perhatian pemerintah pusat tertuju ke Aceh.
Untunglah, Yudhoyono masih ingat janjinya membantu Alor dan Nabire. Janji itu ia tegaskan kembali, sehari sebelum digelarnya Konferensi Khusus Tsunami yang menghasilkan bantuan 4 milyar dollar Amerika.
"Kegiatan utama pemerintah, termasuk kehadiran para sukarelawan, kontribusi civil society hampir semuanya mengarah ke Aceh dan Sumatra Utara. Demikian juga perhatian dari internasional. Tetapi, perlu saya pastikan, bahwa pemerintah RI dalam melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi, juga mencakup atau meliputi daerah bencana lain, termasuk Alor dan Nabire," demikian janji Presiden Yudhoyono.
Tetapi, sejak Rabu pekan lalu saat merilis pernyataannya itu, Presiden Yudhoyono belum melangkah lebih jauh untuk membantu korban gempa di luar Aceh.
***
Kini, bencana lain muncul. Banjir mengenangi persawahan di Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sekitar enam ribu hektar tanaman padi dan puluhan rumah warga di 13 desa terendam luapan air Sungai Lempuing dan baru surut Sabtu lalu. Sujiman, petugas di Posko Satuan Koordinasi Pelaksana Banjir di Ogan Komering Ilir menuturkan, perhatian yang diberikan pemerintah baru dari bupati, itu pun hanya berupa bantuan makanan. Padahal, banjir sudah terjadi sejak pekan lalu.
"Beras ada, mie instan, ikan asin juga ada, kecap, dan makanan lain. Hanya itu," kata Sujiman.
Jadi, jangankan bantuan pemerintah pusat, bantuan dari pemerintah provinsi saja belum ada. Padahal ribuan orang mengungsi karena rumah mereka terendam air. Penghasilan mereka dipastikan lenyap akibat tanaman padi yang membusuk. Untunglah, banjir di kawasan ini tidak menyebabkan nyawa melayang.
Di Kalimantan Selatan, pekan lalu juga dilanda banjir setinggi dua meter. Dua orang meninggal dunia. Akibat banjir itu, ribuan penduduk di delapan desa di Kecamatan Selakau dan Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat terpaksa mengungsi dan terisolasi. Genangan setinggi dua meter juga melanda Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, dan Kuala Kapuas di Kalimantan Tengah.
Banjir, juga terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Juru Bicara Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, Yacob Muksin mengatakan, sekitar 10 ribu kepala keluarga di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak menjadi pengungsi. Kabar terkini menyebutkan pengungsi mulai dilanda penyakit. Sejauh ini Yacob menyatakan gubernur sedang mengusahakan bantuan bagi korban banjir ini karena anggaran pemda setempat minim. Meskia belum mendapat bantuan sepeser pun dari pemerintah pusat, Yacob menyatakan, bisa memahami perhatian mereka tersedot bagi korban bencana tsunami.
"Sekarang, di Kalimantan Barat, berapa sawah yang terendam dan rusak, pemerintah sedang menginventarisasi. Kalau dalam waktu dua hingga tiga bulan ini, pemerintah pusat belum merespon positif dan konkrit, kita bisa memahami. Karena, masalah yang paling besar dihadapi pemerintah sekarang dan rakyat Indonesia, bahkan dunia, itu adalah masalah Aceh. Tapi kita optimis, kalau Aceh bisa ditangani, pemerintah pusat akan memperhatikan kami," kata Yacob Muksin.
***
Daerah-daerah seperti Alor, Nabire, dan daerah lain, menyatakan bisa memaklumi tidak adanya perhatian dari pemerintah pusat yang sedang menangani bencana di Aceh. Namun, pemerintah pusat perlu diingatkan, sudah seharusnya membagi perhatian kepada seluruh korban bencana di daerah lain. Jangan sampai, ada daerah yang merasa dianaktirikan dan diterlantarkan dalam memperoleh bantuan tanggap darurat bencana.
Tim Liputan 68h Jakarta