Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Monday, January 31, 2005

GAM Minta Referendum dalam Waktu 5-10 Tahun

(KBR 68h - 31 Januari 2005) Gerakan Aceh Merdeka bersedia menahan keinginan mereka untuk merdeka jika pemerintah Indonesia mau menggelar referendum dalam jangka waktu 5-10 tahun. Associated Press menulis, salah satu pemimpin GAM di Aceh Tengku Adam mengatakan, ia telah menjalin kontak dengan petinggi GAM di Swedia yang mengabarkan bahwa GAM diminta menerima tawaran paket otonomi sebelum menyepakati gencatan senjata. Tawaran ini diajukan pemerintah Indonesia dalam perundingan Helsinki, Finlandia. Menurut Adam, dalam pertemuan lanjutan tanggal 21 Februari mendatang, delegasi Indonesia akan menjabarkan rincian paket otonomi bagi Nangroe Aceh Darusalam.

Menurut Tengku Adam, GAM akan mendengarkan dan mencermati tawaran itu, meski tak berarti GAM menerimanya. Karena itu, menurut dia, pihak GAM dan Indonesia sebaiknya menyepakati referendum, karena itu akan memberi waktu bagi Indonesia untuk merebut hati dan pikiran rakyat Aceh. Sebelumnya memang GAM beberapa kali mengungkapkan keinginan referendum, meski tak pernah menyebut tenggat waktu secara pasti. (ap/cit)

Pil Pahit dari Helsinki

Laporan: Warga Aceh kini harus kembali menelan pil pahit. Perundingan antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia kembali menemui kegagalan. Harapan akan damai yang diharapkan dapat menyelimuti kembali bumi Serambi Mekah seolah kembali dalam khayalan. Perundingan, memang membutuhkan waktu lama dibanding perang. Selengkapnya...

Dicari, Manajer Handal Untuk Memimpin PAN

Laporan: Umurnya hampir 7 tahun. Layaknya partai politik lainnya, Partai Amanat Nasional (PAN) juga punya persoalan besar dalam hal regenerasi kepemimpinan setelah pengunduran diri Amien Rais. Sosok Amien yang kharismatis dan punya banyak pengikut fanatik, dinilai gagal menyebarkan ajaran PAN yang inklusif. Kaderisasi tak berjalan mulus, sementara pemimpin baru harus segera dipilih, guna mewujudkan PAN yang lebih terbuka dan demokratis. Selengkapnya...

TKI Tak-berdokumen Terpaksa Urus SPLP lewat Calo

(KBR 68h - 31 Januari 2005) TKI tak berdokumen yang harus pulang dari Malaysia begitu masa amnesti habis, terpaksa membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor SPLP lewat calo. Alex Onky dari Migrant Care menjelaskan, pembuatan SPLP di Kedutaan Besar Indonesia memang gratis, tapi butuh waktu tiga sampai lima hari jika harus mengurus sendiri. Kebanyakan para TKI datang dari daerah yang jauh, yang membutuhkan waktu belasan jam untuk sampai ke kantor kedutaan. Apalagi banyak dari para TKI ini yang gajinya belum diberikan oleh majikan.

"Kebanyakan mereka itu datang dari daerah jauh sekali, butuh belasan jam untuk sampai di KBRI. Jika sudah sampai, mengurus SPLP sendiri itu sulit sekali, butuh 3-4 hari. Untuk perjalanan, untuk menginap, itu pasti lebih dari 150 ringgit, kalau mereka bayar ke calo," jelas Alex. Apalagi bisa jadi para TKI itu belum mendapatkan gajinya dari majikan yang bersangkutan. Kondisi dilematis macam ini yang harus dihadapi para TKI tak berdokumen dalam mengurus SPLP.

Menurut Alex, pembuatan SPLP dengan membayar ke calo pada masa-masa awal pemberian amnesti adalah 90 ringgit atau sekitar 216 ribu rupiah. Di saat-saat akhir amnesti seperti sekarang ini, biaya membayar calo untuk membuat SPLP menjadi sekitar 150 ringgit atau 360 ribu rupiah. Pengurusan lewat calo pada akhirnya terpaksa dipilih karena bisa lebih hemat waktu dan urusan juga lebih lancar.

Persoalan lain yang menjadi kendala kepulangan para TKI dari Malaysia adalah kurangnya informasi tentang tenggat waktu amnesti dari pemerintah Malaysia. Menurut Alex, sekitar 400 sampai 600 ribu TKI tak berdokumen tinggal di daerah pinggiran Malaysia, terutama di Sabah dan Serawak, yang sulit terjangkau media. Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia kelihatannya hanya mengandalkan pemberian informasi lewat media massa seperti radio dan koran. Namun, pada kenyataannya, tidak semua daerah memiliki akses yang cukup besar terhadap media. Migrant Care sebetulnya sudah mengusulkan cara lain, yaitu memberi informasi soal amnesti dari pemerintah Malaysia ini kepada para majikan pemiliki perkebunan besar di Malaysia. Jalur media yang ditempuh KBRI dianggap tidak cukup memberikan informasi kepada para Tki tak berdokumen itu. (cit)

Presiden : "Tidak Ada Pemerintahan yang Mampu Selesaikan Semua Persoalan dalam 100 Hari"

(KBR 68h - 31 Januari 2005) Presiden Yudhoyono mengatakan, tidak ada satu pun pemerintahan di dunia ini yang bisa menyelesaikan persoalan negaranya dalam 100 hari. Yudhoyono menegaskan, ia tidak pernah menyampaikan di mana pun bahwa dalam 100 hari pemerintahannya, segala persoalan akan selesai. Ia memastikan, pemerintahannya bekerja sesuai target-target yang harus dipenuhi dalam lima tahun mendatang sesuai mandat rakyat. Bagi Yudhoyono, waktu 100 hari adalah langkah awal semata.

Menghadapi kritik sejumlah kalangan terhadap kinerja 100 hari pemerintahannya, Yudhoyono menerima kritik tersebut sebagai pemacu untuk meningkatkan kinerja. Ia meminta setiap pemimpin daerah untuk menilai stabilitas politik, keamanan dan ekonomi di daerah masing-masing, apakah trend-nya menurun, stabil atau membaik dalam 100 hari ini. Yang penting bagi Yudhoyono adalah pemimpin daerah bekerja dengan mendengarkan suara rakyat. (niq/cit)

300 Ribuan TKI Tak-berdokumen Dipulangkan dari Malaysia

(KBR 68h - 31 Januari 2005) Sampai malam nanti, diperkirakan ada 300 ribuan TKI tak berdokumen yang akan dipulangkan dari Malaysia. Hari ini adalah batas terakhir amnesti yang diberikan pemerintah Malaysia kepada tenaga kerja yang tak berdokumen lengkap. Juru Bicara Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia Budi Rahardjo mengatakan, data dari kantor imigrasi Malaysia mencatat, ada 296 ribuan TKI tak berdokumen yang sudah pulang ke Indonesia. Budi menegaskan, pengurusan Surat Perjalanan Laksana Paspor SPLP gratis, asal diurus sendiri dan tidak menggunakan perantara orang ketiga alias calo. Ia juga menampik kemungkinan masih ada TKI yang tidak tahu soal batas akhir amnesti ini, sebab pemberitahuan ini dilakukan terus menerus sejak Oktober tahun lalu.

"Informasi itu sudah sejak sejak bulan Oktober tahun lalu. Jadi, sudah tiga bulan. Berita itu disiarkan tiap hari oleh media cetak dan elektronik. Jika buruh yang ada di pelosok tidak tahu, majikannya kan bisa kasih tahu," ujar Budi. Menurut Budi, kecil kemungkinan buruh tidak tahu soal ini karena majikan juga berkepentingan dengan informasi ini. "Yang jelas saya temukan di lapangan adalah TKI yang tidak mau tahu tentang informasi itu."

Budi menambahkan, Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia juga sudah bekerja sama dengan kepolisian dan pemerintah Malaysia seputar pemulangan para TKI tak berdokumen ini. Indonesia meminta supaya Malaysia tetap memenuhi hak-hak dasar dari para TKI yang dipulangkan ini. Menurut Budi, polisi Malaysia sudah berjanji akan melakukan proses ini dengan hati-hati. Budi menambahkan, jika ada serbuan dari polisi Malaysia ke rumah-rumah tempat para TKI tak berdokumen itu tinggal, sebaiknya menyerah saja, daripada melakukan tindakan yang mungkin merugikan diri sendiri. (cit)

Aceh Kehilangan Ribuan Hektar Mangrove dan Terumbu Karang Pasca Tsunami

(KBR 68h - 31 Januari 2005) Program Lingkungan PBB menilai, Nangroe Aceh Darusalam membutuhkan waktu tahunan serta biaya jutaan dollar Amerika Serikat untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak pasca tsunami. AFP menulis, kerusakan paling parah dialami oleh ekosistem laut yang rusak akibat bencana alam gempa dan tsunami akhir Desember lalu. Program Lingkungan PBB telah menemukan 25 ribu hektar hutan bakau, 29 ribu hektar terumbu karang dan 120 hektar rumput laut yang rusak. Laporan dari PBB menunjukkan, kerugian lingkungan akibat tsunami mencapai 675 juta dollar Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan, butuh waktu lebih dari lima tahun untuk memperbaki ekosistem laut yang rusak.

Tiga tim lain dari Departemen Kelautan dan Perikanan kini juga tengah berada di Aceh untuk memutuskan apa yang bisa dilakukan nelayan di sepanjang pantai barat Aceh, pasca tsunami ini. Mencari nafkah dengan cara melaut tercatat dilakukan oleh lebih dari 10 persen populasi di wilayah tersebut. Kerusakan lingkungan ini sangat memukul industri perikanan yang ada di pantai barat Aceh, yang biasanya menghasilkan udang, ikan serta hasil laut lainnya bagi seluruh provinsi Aceh dan daerah lainnya. Kerugian sektor kelautan diperkirakan mencapai 700 miliar rupiah, karena rusaknya infrastruktur serta kanal irigasi. Waktu lima tahun untuk memulihkan kondisi juga sangat tergantung pada keberadaan keuangan. (AFP/cit)

Tidak Semua Harga BBM Akan Naik

(KBR 68h - 31 Januari 2005) Simulasi kenaikan harga BBM yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa hanya beberapa harga BBM yang diusulkan naik. Dirjen Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Iin Arifin Tachyan mengatakan, minyak tanah kemungkinan besar tidak naik harganya, kalau pun harga naik, itu hanya akan sedikit. Kenaikan harga solar juga dibedakan antara solar untuk industri dan solar untuk transportasi.

"Diusulkan untuk minyak bakar yang pemakainya sedikit, yaitu untuk kapal dan mesin kecepatan tinggi, tidak disubsidi lagi. Sedang untuk minyak anah tidak naik, kalau naik pun sangat kecil," ujar Iin. Ia menambahkan, kenaikan harga solar dibedakan antara solar untuk industri dan transportasi. Iin menjanjikan, kenaikan harga solar untuk transportasi akan lebih kecil daripada solar untuk industri. Harga premium kemungkinan akan naik.

Iin menambahkan, saat ini sudah ada delapan simulasi skenario kenaikan harga BBM, dari kenaikan minimal sampai kenaikan maksimal. Menurut dia, jika dilihat dari komponen kegiatan, maka kenaikan ini relatif kecil. Jika harga BBM naik, ia memperkirakan kenaikan harga-harga barang berkisar pada angka enam persen. Kenaikan harga transportasi diperkirakan naik, sekitar 15 persen.

Pemerintah saat ini memang tengah mempertimbangkan kenaikan harga BBM antara 10 hingga 40 persen dari harga sekarang. Simulasi yang dilakukan berbeda-beda untuk setiap jenis BBM, seperti solar, preimum, minyak bakar, minyak diesel dan sebagainya. Simulasi waktu penyelenggaraan kenaikan pun berbeda-beda. (cit)

Tajuk 68H: Menghindari "Kata Mati" dalam Perundingan

Kalau GAM benar benar ingin melihat masyarakat Aceh yang merdeka, mungkin mereka juga harus menimbang kembali makna merdeka yang bisa diterima delegasi Indonesia. Para pejabat dari Jakarta, mestinya juga senantiasa ingat, mukadimah konstitusi kita yang mendahulukan kemerdekaan buat segala bangsa. Selengkapnya...