Rumah... Itulah yang mulai dipikirkan oleh ratusan ribu pengungsi korban gempa dan tsunami di Aceh dan Nias, Sumatra Utara. Mereka jelas tidak bisa tinggal berlama-lama di tenda pengungsian, yang bersifat sementara. Tak ada harta benda, menyulitkan mereka membangun kembali rumah yang lama, atau membangun rumah baru. Laporan berikut disusun Hilman Hamdoni.
***
Lukman Muhammad Daud seperti hidup sebatangkara. Seorang istri dan dua anaknya, sampai sekarang tidak diketahui rimbanya, setelah diseret gelombang Tsunami, 26 Desember lalu. Rumahnya berubah menjadi puing-puing kayu. Pria separuh baya itu terpaksa mengungsi di pos pengungsian AURI, Aceh Besar. Merasakan dinginnya udara malam di ruangan terbuka. Bila hujan turun, tenda yang ia tempati bersama ribuan pengungsi lainnya, bocor disana-sini.
"Yang paling penting rumah harus kita bangun di tempat asal. Yang kedua kita harus dibantu biaya untuk usaha," demikian harapan Lukman Muhammad Daud.
Lukman Muhammad Daud, dan juga ratusan ribu warga Aceh yang selamat dari musibah besar itu, memang membutuhkan tempat tinggal baru, setelah rumah mereka lenyap disapu ombak tsunami. Rumah yang layak huni, terutana untuk menaungi mereka dari dinginnya malam dan panasnya siang.
Kebutuhan rumah baru di daerah yang terkena bencana paling parah, seperti di Banda Aceh, Lhoksemauwe, dan Meulaboh, diperkirakan mencapai angka 123 ribu unit rumah. Biaya yang diperlukan, sedikitnya tiga hingga empat setengah trilyun rupiah.
***
Namun, untuk memenuhi kebutuhan itu pemerintah menghadapi kendala. Jangankan untuk membangun rumah, hingga kemarin pemerintah masih belum bisa membersihkan puing-puing bangunan, tumpukan sampak dan mayat-mayat yang masih tergeletak di jalan-jalan.
Meski begitu, Menteri Negara Perumahan Rakyat, Yusuf Ashari mengatakan, departemennya tetap mengkoordinasikan rencana pembangunan rumah di Aceh. Departemen ini bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Tata Ruang Badan Pembangunan Nasional dan Pemerintah Daerah untuk merencanakan tata ruang kota. Para ahli juga diminta masukan, mengenai rumah seperti apa yang akan dibangun nanti.
"langkah konkretnya sekarang ini kan masih dalam masa tanggap darurat. Jadi kita meunuggu sampai masa tanggap darurat ini selesai. Mayat-mayat bersih, puing-puing disingkirkan. Sambil planning tata ruang juga sudah disusun. Tata ruang ini nanti akan disusun pemerintah daerah bersama Direktorat Jenderal Tata Ruang di Bappenas. Sambil kita merencanakan juga persiapan-persiapan untuk pembangunan rumah itu di mana, begitu kira-kira.," ujar Yusuf Anshari
Sembari melakukan perencanaan, departemennya juga terus mengimbau dan mengkoordinasikan bantuan yang masuk. Sampai saat ini sudah pemerintah sudah menerima bantuan 5400 unit rumah. Diantaranya berasal dari bantuan Real Estat Indonesia, Komite Kemanusiaan Indonesia, Islamic Relief, masyarakat Surabaya, dan perusahaan minyak asal Prancis, Total. Di samping itu, Bank Tabungan Negara juga akan memberikan sumbangan sebesar satu miliar rupiah untuk biaya pembangunan rumah di lokasi bencana. Sisanya, Kementrian Perumahan Rakyat hanya bisa merekomendasikan kepada Badan Koordinasi Nasional, sebagai lembaga yang berwenang menggunakan dana bantuan.
***
Belum jelas, apakah warga akan ditarik biaya untuk pembangunan rumah itu. Yang jelas, Perum Perumnas berjanji akan memberikan 23 ribu unit rumah secara gratis, sebagai komitmen mereka terhadap imbauan Menteri Negara Perumahan Rakyat. Direktur Utama Perumnas, Herry Selawat mengatakan, rumah yang akan dibangun bertipe 36, di atas tanah seluas 100 meter persegi. Spesifikasi rumah yang akan dibangun berdasarkan hasil kajian badan penelitian dan pengembangan Departemen Pekerjaan Umum di Bandung diberi nama Risha, singkatan dari Rumah Instan Sederhana Sehat. Bila dihitung, tiap rumah seharga sekitar 20 juta rupiah.
"Prinsipnya Perumnas tetap akan membangun kembali aceh. Terutama di atas lahan kami kami lanjutkan dipercepat. Sedangkan dengan program pemerintah untuk membangun 123 ribu rumah yang dicanangkan oleh Menpera secara gratis, kami akan berpartisipasi, dan kami sudah ajuklan melalui Meneg BUMN dalam RUPS yaitu 23 ribu unit rumah. Dan insya Allah kelihatannya dari Bappenas juga sudah mendukung," kata Herry Selawat.
Rumah yang dibangun Perumnas itu akan dilengkapi fasilitas tahan gempa, mengingat kawasan Aceh yang rawan gempa. Tetapi, nampaknya korban gempa dan tsunami di Aceh belum bisa menikmati rumah sederhana itu dalam waktu segera. Perumnas lagi-lagi terbentur sulitnya jalan masuk atau akses ke wilayah yang akan dibangun. Kembali, Herry Selawat.
"Tahapnya sekarang adalah masalah pemulihan emergency, yaitu membuka infra struktur, juga menormalkan kembali aksesibilitas ke lokasi-lokasi yang masih terputus. Baik membangun jembatan dan sebagainya. Memang diperkirakan sesuai schedule, baru 3-4 bulan lagi baru bisa tahap rehabilitasi dan rekonstruksi rumah. Bangunan-bangunan itu tidak mungkin kita mengandalkan material lokal. Karena kita menyadari material lokal sulit selain itu tenaga kerja juga sulit," lanjut Herry.
***
Langkah yang lebih nyata sudah dilakukan Real Estate Indonesia. Sebelumnya, mereka berjanji akan membangun 1000 unit rumah. Mereka sudah mengirimkan satuan petugas REI di Aceh dan Sumatera Utara. Tim juga membawa mesin pembuat batako, untuk bangunan rumah. Ketua Umum REI Lukman Purnomo Sidi mengatakan, Real Estat Indonesia mengirimkan dua tim ke lokasi, untuk memperhitungkan material dan tipe rumah yang akan mereka bangun. Sejauh ini, mereka baru mendapat sebuah lokasi di Aceh Besar yang diperkiraan bisa menampung sekitar 300 unit rumah.
"Kami sudah mengirim tim ke sana dan sedang mensurvei beberapa lokasi tanah yang ditunjuk di kabupaten Aceh Besar. Jadi ini masih dan sedang proses dilakukan. Insya Allah sesegera mungkin begitu sudah ditunjuk tanahnya," kata Lukman Purnomo Sidi.
Selain aspek teknis, REI juga akan mempertimbangkan aspek sumber daya manusia atau tenaga yang mengerjakan pembangunan rumah di sana. Menurut Lukman Purnomo Sidi, pengangguran banyak terdapat di kamp-kamp pengungsian, namun yang terampil membangun rumah hampir sulit didapatkan. Meski begitu, menurut Lukman, warga Aceh yang sementara ini menganggur, akan disertakan dalam proses pembangunan rumah.
Untuk pembagian rumah-rumah itu nanti, Real Estat Indonesia akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah Aceh. Ia memastikan, semua bantuan itu bersifat hibah atau pemberian. Selanjutnya, terserah pemerintah daerah, apakah akan memberikan rumah-rumah itu secara gratis atau akan dijual dengan harga sangat murah.
***
Bantuan-bantuan itu boleh saja membuat kita sedikit berbesar hati. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah penataan pembangunan di kawasan pesisir. Pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan rencana detail tata ruang kota pesisir di wilayah rawan bencana alam. Pembangunan harus berbasis ekologi atau memperhatikan kondisi alam, dan berwawasan lingkungan. Tujuannya, untuk mengurangi risiko jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam yang tidak terduga seperti gempa dan tsunami. Dengan demikian, pemukiman yang akan dibangun benar-benar layak dan aman untuk ditinggali, oleh orang-orang seperti Lukman Muhammad Daud yang kehilangan keluarga dan rumahnya, juga oleh ratusan ribu warga Aceh lainnya.
Tim Liputan 68H>