Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Monday, January 17, 2005

Menko Perekonomian: "Dana Swasta Asing Bisa Masuk Lewat Trust Fund"

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Pemerintahkan akan membentuk trust fund atau rekening khusus untuk menampung dana-dana swasta asing yang ingin membantu rekontruksi dan rehabilitasi Aceh pasca tsunami. Langkah ini ditempuh karena pihak swasta asing disejumlah negara dilarang memberikan sumbangan langsung kepada pemerintah yang bersangkutan.

Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakri mengatakan dana itu akan dikelola khusus. Penggunaanya akan disesuaikan dengan rencana pembangunan kembali Aceh yang telah disusun Bappenas dan departemen terkait. Dana itu akan termasuk dana non anggaran atau dana diluar APBN yang digunakan untuk membangun Aceh kembali.

"Ada undang-undang di beberapa negara tertentu, yang melarang memberikan dana bantuan langsung kepada pemerintah negara lain. Jadi, mereka yang mau membantu untuk Aceh, tapi karena terhalang undang-undang itu, bisa dimasukkan ke rekening trust fund itu," kata Aburizal Bakrie.

Sementara sumbangan negara sahabat akan bisa langsung dimasukkan dalam rekening pemerintah untuk pembangunan Aceh.

Pemerintah juga menyatakan akan memprioritaskan pembangunan kembali pemukiman untuk pengungsi Aceh. Presiden sudah meminta keterlibatan pihak swasta untuk mewujudkan proses pemukiman bagi ratusan ribu pengungsi yang tersebar di 24 titik lokasi. Sejauh ini dibutuhkan 123 ribu unit rumah sederhana untuk para pengungsi. Sedangkan komitmen-komitmen berbagai pihak yang menyampaikan sumbanganya sudah mencapai 23 ribu unit rumah.

Presiden Berharap Pengusaha Ambil Bagian dalam Investasi 91 Megaproyek

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Konfrensi Tingkat Tinggi KTT Infrastuktur dimulai di Jakarta hari ini. Saat membuka KTT yang diikuti 500 peserta dari kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaharapkan kalangan dunia usaha mengambil kesempatan untuk berinvestasi di bidang infrastruktur karena saat ini merupakan kesempatan yang sangat bagus. Apalagi setelah terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang stunami di Aceh dan Sumatera Utara yang membuat Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar.

Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakri mengatakan pemerintah menawaran 91 proyek komersial senilai lebih 200 triyun rupiah untuk tahap awal. Proyek-proyek itu meliputi pembangunan jalan tol, telekomunikasi, pengairan, transportasi dan energi. Sedangkan untuk kerangka 5 tahun mendatang pemerintah menawarkan 700 triyun proyek komersial untuk investor dalam dan luar negeri.

Aburizal Bakri mengatakan proyek-proyek infrastruktur diharapkan akan mulai ditenderkan pada awal Maret nanti. Dalam waktu tiga bulan sesudah itu pemerintah berharap sudah bisa mendapat pemenangnya.

Pemerintah juga menawarkan proyek non komersial, dan dalam hal ini pemerintah juga meminta bantuan kepada pihak swasta. Namun tidak dalam bentuk investasi karena dananya tidak akan kembali. Dan hanya akan kembali dalam bentuk pertumbuhan ekonomi saja.

Saudara, KTT tidak menjadwalkan dalam membahas pembangunan di Aceh karena pembangunan Aceh tidak dalam bentuk komersil tapi menggunakan dana APBN dan bantuan asing.

Amien dan Mar'ie Disebut Layak Memimpin Badan Khusus Penanganan Aceh

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi DPR menyepakati agar pemerintah membentuk Badan Otorita Darurat Aceh. Badan Otorita Aceh ini bertugas membuat perencanaan pembangunan Aceh ke depan. Anggota Tim Pemantau Tanggap Darurat Aceh di DPR, Ahmad Farhan Hamid mengatakan, badan khusus untuk menangani bencana Aceh ini sebaiknya dipimpin orang di luar pemerintahan, agar bisa berkonsentrasi menangani Aceh.

Menurut Ahmad Farhan Hamid, pemerintah lah yang punya otoritas membuat Badan Otorita, yang bertugas dan berkantor di Aceh. "Untuk memimpin Badan Otorita, sebaiknya pemerintah mengangkat pejabat setingkat menteri, supaya memiliki akses langsung kepada presiden, dan orang di luar pemerintahan. Jadi harus orang di luar kabinet, memahami Aceh secara utuh dan sedikit banyak memahami administrasi pemerintahan," kata Ahmad Farhan Hamid.

Tim Pemantau Tanggap Darurat Aceh, dari DPR, juga mengharapkan rapat konsultasi DPR dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan dilaksanakan Selasa besok, menghasilkan kebijakan awal secara utuh agar penanganan bencana gempa dan tsunami di Provinsi Nangro Aceh Darussalam berlangsung lancar.

Sementara itu, sejumlah nama mulai disebut-sebut layak memimpin badan khusus penanganan bencana Aceh. Antara lain Ketua Palang Merah Indonesia Mar'ie Muhammad, dan bekas ketua MPR sekaligus bekas Ketua PP Muhammadiyah, Amien Rais. Koordinator Komisi Darurat Kemanusiaan di Banda Aceh, Santoso mengatakan, kredibilitas dua orang tersebut bisa dipercaya untuk menangani Aceh.

Menurut Santoso, setidaknya ada tiga kriteria untuk memimpin Badan Otorita. Antara lain, memiliki integritas yang bisa dipercaya dan diandalkan. Misalnya tidak korupsi, dan bisa diandalkan. Kriteria lainnya, memiliki waktu penuh menangani Aceh.

"Berbeda dengan Pak Alwi yang sekarang memimpin Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. Dia tidak bisa penuh, karena dia mengurusi kesejahteraan rakyat di seluruh Indonesia," katanya.

Kriteria lainnya, memiliki kemampuan untuk mengalokasikan seluruh resources. Karena itu, yang mengurusi Badan Otorita Aceh, seharusnya orang di luar pemerintahan.

"Nama seperti Ketua PMI Mar'ie Muhammad, layak memimpin penanganan Aceh. Dia sejak hari pertama sudah ke Aceh. Atau nama Amien Rais, yang dihormati di Aceh ini. Dia bisa memberikan dorongan cepat untuk menyelesaikan penanganan bencana Aceh," kata Santoso.

Komisi Darurat Kemanusiaan, merupakan lembaga yang dibentuk oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan unsur masyarakat di Jakarta.

Puluhan Pengungsi Aceh, Mulai Terserang Kolera

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Petugas medis di Nangro Aceh Darussalam, menemukan puluhan warga pengungsi di Kabupaten Nagan Raya, terserang penyakit kolera. Koordinator dari Komite Penanganan Darurat Medis (Mer-C) Jose Rizal mengatakan, penyebab mulai menyebarnya kolera di Nagan Raya karena sulitnya air bersih.

"Yang mengejutkan, kami menemukan kolera, di Kabupaten Nagan Raya. Diagnosa secara dini ada 20 kasus. Dua mengalami dehidrasi berat, dan sudah kami tangani. Alhamdulillah, berhasil. Pada intinya, kolera kalau bisa diantisipasi dini, bisa diobati dengan baik. Buat sementara, bisa kami atasi dengan kaporisasi terhadap air sumur," kata Jose Rizal kepada 68H.

Ia menambahkan, sebetulnya ia telah berulangkali menekankan kepada pengungsi, bahwa hal terpenting di Aceh saat ini adalah air bersih, baik untuk makan dan minum, maupun untuk kebutuhan MCK (Mandi Cuci Kakus). Selain itu, fasilitas MCK perlu mendapat perhatian.

Selain kolera, petugas medis juga menemukan kasus penyakit campak, malaria, diare dan tipes.

Jose Rizal menambahkan, dari pantauan Mer-C, masih banyak daerah yang belum berhasil ditembus tim medis secara merata, seperti di wilayah Sigli dan Aceh Jaya. Karena itu, ia meminta pemerintah memberikan kelonggaran terhadap para dokter atau tim medis dari seluruh Indonesia yang akan ke Aceh, selama minimal sebulan. Di Aceh, sangat dibutuhkan dokter umum, dokter spesialisasi anestesi, bedah, dokter anak dan spesialisasi penyakit dalam. Sementara obat-obatan yang sangat dibutuhkan, adalah antibiotik untuk penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tetracycline atau Trimox Adult untuk penyakit diare, obat malaria, serta chloramphenicol untuk penyakit tipes.

Untuk menembus daerah-daerah terpencil itu, Mer-C menerapkan mobile clinics, dengan menggunakan kendaraan Ford Ranger 4x4 dengan double cabine.

Tajuk 68H: Perlu "Orang Kuat" Untuk Menangani Aceh

Menginjak hari ke-23, kita tak juga melihat munculnya satu kepemimpinan yang kuat dalam penanganan pasca bencana tsunami di Nangroe Aceh Darussalam. Kepemimpinan yang kuat di lapangan, yang sanggup memobilisasi sekaligus mengatur bantuan dari segala penjuru dengan efektif, cerdas, dan tepat sasaran. Kepemimpinan a la Walikota New York Rudolph Giuliani ketika menangani keadaan darurat pasca hancurnya menara kembar WTC akibat dihajar teroris asuhan Osama bin Laden. Jujur harus kita akui, kita tak memiliki orang-orang lapangan sekualitas Rudy, walikota itu, yang turun langsung ke puing-puing reruntuhan dan memimpin seluruh aparat dan relawan dengan sangat sigap dan cekatan.

Secara nasional kita memiliki Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. Untuk kasus tsunami di NAD dan Sumatera Utara, badan ini langsung dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sedangkan ketua hariannya dikendalikan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Alwi Shihab. Tapi tiga minggu lebih sesudah bencana itu terjadi, distribusi dan koordinasi bantuan tak kunjung membaik.

Yang disebut koordinasi dalam prakteknya hanyalah penerapan birokrasi yang justru menghambat dan membatasi gerak para relawan. Menggali sumur pompa untuk menyediakan air bersih pun, harus melapor dulu ke posko petugas. Betapa buang waktu. Kenapa para petugas itu tak menjemput bola saja, mendata langsung, dan bukannya menyuruh para relawan itu berhenti bekerja hanya untuk mengurus ini-itu di tempat lain? Bahkan dalam keadaan yang sangat darurat pun, mereka masih juga mengembangkan prasangka tak perlu terhadap kehadiran relawan asing, baik sipil maupun militer, yang jelas-jelas banyak membantu menembus wilayah-wilayah yang masih terisolasi.

***

Kita tak punya pemimpin sekaliber Rudi, walikota New York itu, yang dengan tangan dan kata-katanya, sanggup menyatukan seluruh isi kota untuk hanya fokus bekerja demi menyelamatkan yang masih hidup dan mengevakuasi dengan cepat mereka yang sudah meninggal dunia. Tak ada birokrasi yang tak perlu. Semua orang yang mau membantu dilibatkan, diarahkan, dipimpin untuk bekerja bersama.

Pemimpin macam itu yang kita tidak punya. Pemimpin yang kita miliki adalah mereka yang terbiasa duduk di meja, mempersulit segala sesuatu yang sebetulnya mudah, dan karena itu sangat gagap ketika harus memegang tongkat komando di lapangan. Yang terjadi kemudian adalah sikap defensif, memberi laporan yang baik-baik, dan masih sempat-sempatnya bicara tentang harga diri bangsa ketika melihat relawan asing begitu cekatan bekerja tanpa banyak bicara. Dengan dalih nasionalisme yang entah apa definisinya, mereka lantas mematok 26 Maret sebagai batas akhir bekerjanya relawan asing, khususnya militer asing. Padahal mereka datang tanpa senjata, padahal mereka punya alat-alat yang kita tidak punya, padahal kehadiran mereka jelas-jelas dibutuhkan para korban.

***

Kegundahan itulah yang mungkin melingkupi benak Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang beberapa kali meninjau langsung ke wilayah bencana. Kemarin ia mengumpulkan para pembantunya secara mendadak. Dan presiden bilang, organisasi penanggulangan bencana yang dipimpin Wapres Yusuf Kalla dan Menko Kesra Alwi Shihab, perlu disempurnakan. Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih rinci tentang maksud kata-kata "perlu disempurnakan" ini.

Perhatikan keterangan Menteri Alwi Shihab kemarin. Ia bilang, tahap tanggap darurat di lokasi bencana saat ini sudah terlewati. Tak ada ancaman kelaparan, tak ada wabah penyakit. Bahkan ada beberapa tim medis asing yang minta izin pulang ke negaranya karena sudah merasa tidak terlalu dibutuhkan.

Ampun. Tidakkah Alwi melihat bahkan sampai hari ini pun mayat-mayat masih bergeletakan dan belum terurus dengan baik di banyak tempat, termasuk di Banda Aceh? Hujan yang terus mengguyur, distribusi makanan yang tak merata, jalur transportasi yang belum sembuh betul, sampah dan puing yang berserakan, semua sangat berpotensi menimbulkan bencana susulan. Dan Alwi Shihab seolah bersyukur atas rencana kepulangan beberapa tim medis asing yang saat ini justru sangat dibutuhkan para pengungsi.

Kita memang tak punya seorang Rudolph Giuliani, sang Walikota New York. Dan kita tak akan pernah punya orang seperti itu, kalau cara berpikir kita masih sempit, cara bertindak kita masih tidak efektif, dan cara bertutur kita masih penuh syak-wasangka.

Presiden: "Pejabat Negara Dilarang Selewengkan Dana Bantuan Aceh"

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar seluruh pejabat negara baik di tingkat pusat hingga tingkat daerah tidak menyelewengkan dana kemanusiaan untuk Aceh. Instruksi itu disampaikan dalam Rapat Kabinet Terbatas, Minggu kemarin. Berikut keterangan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Alwi Shihab.

“Mulai dari Presiden, dan ini menurut presiden, sampai kebawah, harus betul-betul diberlakukan. Jangan sampai ada penyimpangan dana operasi kemanusiaan. Bapak presiden menghendaki, seluruh menteri, jajarannya mengetahui hal ini, jangan sampai ada penyimpangan penyalahgunaan yang terjadi, sehingga profesionalitas dan integritas pengelola ini bisa diragukan oleh masyarakat, kalau tidak dipegang. Ini adalah sangat ditekankan oleh presiden, bahwa profesionalitas dan integritas," tandas Alwi Shihab.

Instruksi presiden tersebut, berkenaan dengan banyaknya pertanyaan dari masyarakat dalam dan luar negeri---termasuk Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan, yang meminta transparansi dana bantuan kemanusiaan untuk Aceh. Sejak gempa dan gelombang tsunami melanda Provinsi Nangro Aceh Darussalam dan Pulau Nias Sumatra Utara, 26 Desember lalu, bantuan kemanusiaan masih terus mengalir. DPR juga membentuk Tim Pengawas Tanggap Darurat Aceh dari DPR, untuk mengawasi penyaluran dana kemanusiaan di Aceh.

KTT Infrastruktur, Diminta Perhatikan Juga Pembangunan Sektor Publik

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Masyarakat Transportasi Indonesia mendesak pemerintah, agar dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Infrastruktur Indonesia, hari ini, tidak semata-mata membahas proyek infrastruktur komersial. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, Bambang Susantono meminta, agar pemerintah juga mengusung proposal proyek infrastruktur sektor publik. Bambang menekankan, agar penawaran proyek infrastruktur juga harus disertai penerbitan aturan ang menguntungkan masyarakat pengguna, serta juga para pengusaha.

"Untuk sektor transportasi, sebaiknya memang dibuat sistem transportasi nasional. Misal, untuk koridor di Jawa ini sektor transportasi mana yang akan dikembangkan disuatu daerah ada sistem transportasi yang lebih efesien. Pembangunan jalan, jangan hanya mengutamakan yang komersial saja, tetapi bangun juga jalan-jalan pedesaan dan jalan kabupaten," kata Bambang Susantono.

KTT Infrastruktur Indonesia, rencananya akan dibuka hari ini, dan berlangsung selama dua hari. Dalam pertemuan tingkat tinggi itu, Indonesia menawarkan 91 proyek pembangunan infrastruktur, mulai dari pembangunan jalan tol, kelistrikan, hingga proyek air minum.

Sebelumnya menteri Koordinator perekonomian, Aburizal Bakrie mengatakan Indonesia hanya memiliki jalan tol sepanjang 562 kilometer, jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga Malaysia sepanjang 1227 km atau kalah jauh dari China sepanjang 4.700 kilometer.

Dua Bulan Pasca Gempa, Alor Mulai Normal

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Kondisi di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, terus membaik, pasca bencana gempa berkekuatan 6 Skala Richter, pada 12 November lalu. Banyak warga mulai membangun rumah sangat sederhana, dibantu pemerintah daerah setempat.

Kepala Dinas Kesehatan Alor, Paul Manumpil mengatakan, masyarakat Alor, dilaporkan juga banyak yang masih mengalami trauma dan belum siap secara fisik dan mental membangun kembali daerah mereka pasca gempa. Selain, itu, masyarakat setempat juga terancam penyakit pasca gempa. Menurut Paul Manumpil, petugas kesehatan setempat telah melakukan imunisasi campak secara massal, untuk mencegah penyebaran penyakit ini pasca gempa.

"Sampai saat ini kami terus melakukan pemeliharaan kesehatan, termasuk campak. Imunisasi massal kami lakukan terhadap seluruh warga di Kabupaten Alor. Kasus penyakit campak sudah ada, dan kami sudah anggap kejadian luar biasa," ujar Paul Manumpil.

Bantuan kemanusiaan, dilaporkan juga masih berdatangan ke Alor, termasuk bantuan obat-obatan. Jalur transportasi, hampir seluruhnya telah diperbaiki. Sementara, gedung sekolah dan gedung sarana kesehatan belum sepenuhnya siap digunakan.

Pemerintah Meralat Tenggat Waktu Tiga Bulan Bagi Militer Asing

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Pemerintah meralat pemberian tenggat waktu bagi relawan militer asing dalam operasi kemanusiaan di Provinsi Nangro Aceh Darussalam. Sebelumnya, pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, militer asing diberi batas waktu hingga 26 Maret untuk memberi bantuan kepada Aceh. Namun, kemarin, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi meralat sikap pemerintah tersebut.

Menurut Sudi Silalahi, tanggal 26 Maret merupakan batas waktu bagi pencapaian tanggap darurat bencana gempa dan tsunami di Aceh. Keputusan itu diambil untuk mengurangi ketergantungan negara asing, dan menonjolkan peranan pemerintah. Mengenai peran tentara asing di Aceh, pemerintah masih terus mengevaluasi.

"Sebetulnya, Presiden sampai detik ini belum pernah memberikan batasan waktu bantuan itu berakhir. Tetapi, timeline dimaksudkan, dalam tiga bulan, 26 Maret nanti, tanggap darurat tiga bulan itu bisa dicapai. Nanti setelah tiga bulan itu, barangkali keterlibatan personil (asing) yang sudah, katakanlah, tidak perlu ada kelanjutannya, bisa dikurangi," kata Sudi Silalahi.

Ralat pemerintah itu muncul, setelah keputusan pemerintah membatasi keberadaan militer asing hingga 26 Maret mendapat reaksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat. Pejabat Amerika dan Indonesia sempat berdiskusi mengenai batas waktu tiga bulan tersebut. Utusan khusus Amerika Serikat untuk bencana tsunami, Paul Wolfowitz, Minggu kemarin bertemu dengan Presiden Amerika Serikat. Wolfowitz yang juga Deputi Menteri Pertahanan Amerika itu mengatakan, pemerintah Amerika Serikat juga mempunyai target waktu masa tugas militernya di Aceh. Ia mengatakan, militer Amerika tidak akan pulang sebelum operasi kemanusiaan selesai dilakukan.

Masih berkaitan dengan tenaga asing di Aceh, pemerintah memutuskan akan memindahkan tenaga medis asing ke Medan, Sumatra Utara guna menangani korban tsunami disana. Alasannya, Rumah Sakit di Aceh belum berfungsi maksimal.

PP Belum Keluar, Pilkada Langsung Bakal Diundur

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Rencana pemilu kepala daerah secara langsung (Pilkada) di sejumlah daerah pada awal tahun 2005, terancam mundur dari jadwal, karena belum turunnya peraturan pemerintah yang menjabarkan Undang-undang Pemerintahan Daerah. Salah satunya, rencana pemilu daerah langsung di Kabupaten Rembang.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Rembang, Ismail Husnan mengatakan, Pilkada di Rembang dijadwalkan pada 6 Juni 2005. Tahapan Pilkada langsung sangat memakan waktu lama, termasuk pendataan pemilih. Jika tidak dilaksanakan secara dini, maka dikhawatirkan bisa mundur lagi.

“Kalau nanti sampai mundur lagi, pendataan tidak bisa dilakukan Januari atau Februari, ya nanti jadwalnya kita undur lagi. Sebetulnya, tahapan yang paling krusial, bisa dihitung mundur adalah pendataan pemilih. Tahapan lainnya tidak bisa," kata Ismail Husnan.

Menurut jadwal di KPUD Rembang, bulan Januari ini seharusnya sudah dibentuk Panitia Pemilihan Kecamatan, dan Panitia Pemungutan Suara. Bulan Februari, sudah masuk tahapan pendaftaran bakal calon bupati dan wakil bupati.

Pemilihan kepada daerah secara langsung di Provinsi Jambi juga terancam mundur dari jadwal semula yaitu bulan Juni ini. Seperti dilaporkan Kontributor 68H diJambi, masa jabatan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin seharusnya berakhir November 2004, namun pemilihan gubernur ditunda karena terganggu agenda pemilu nasional.

Kepala daerah lain yang harus sudah berakhir masa jabatannya pada Juni 2005, antara lain Gubernur Bengkulu, Hasan Zein, Gubernur Kalimantan Tengah Asmawi Agani, Gubernur Kalimantan Selatan Sjahriel Darham, Gubernur Sulawesi Utara Adolf Sondakh dan Gubernur Sumatra Barat Zainal Bakar.

Menko Perekonomian: "KTT Infrastruktur Indonesia 2005, Titik Awal Pembangunan Infrastruktur Besar-besaran di Indonesia"

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Hari ini, Konferensi Tingkat Tinggi bidang Infrastruktur Indonesia, akan mulai digelar di Jakarta, selama dua hari. Pemerintah, menawarkan 91 proyek pembangunan infrastruktur hingga lima tahun ke depan. Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie mengatakan, hasil pertemuan KTT Infrasktruktur Indonesia itu diharapkan menjadi titik awal pembangunan infrastruktur secara besar-besaran di Indonesia.

Menurut Aburizal Bakrie, proyek infrastruktur yang ditawarkan dalam tender nanti antara lain proyek di sektor pembangunan jalan tol, energi gas, kelistrikan, pelabuhan udara, pelabuhan laut, telekomunikasi, air minum dan perkeretaapian. Proyek tersebut terbuka bagi pihak swasta, dan membutuhkan dana sekitar 22,5 milyar dolar Amerika Serikat, atau 202 trilyun rupiah.

"Invest ini tidak harus ada kerjasama antara perusahaan negara dengan perusahaan investor. Tidak perlu bukan berarti tidak boleh. Boleh saja. Kalau ada yang mau mengajak perusahaan negara bekerjasama, silakan saja. Asalkan tidak meminta pemerintah menyediakan PMP (Penyertaan Modal Pemerintah). Kalau mau mengajak joint venture orang Indonesia, itu yang kita harapkan," kata Aburizal Bakrie.

Mengenai pembangunan infrastruktur di Aceh, Indonesia membutuhkan dana sedikitnya 36 trilyun rupiah. Aburizal mengatakan kebutuhan dana itu akan disampaikan kepada lembaga donor Consultative Group on Indonesia CGI, untuk memperoleh komitmen pinjaman.

Isu Tsunami Susulan Beredar, Warga Pulau Simeuleu Panik

(KBR 68H - 17 Januari 2005) - Masyarakat di Pulau Simeuleu, Kabupaten Aceh Barat, kemarin sempat panik dan lari menyelamatkan diri ke kawasan perbukitan, akibat isu akan terjadinya gelombang tsunami susulan. Salah seorang relawan Peduli Indonesia, Syafrudin mengatakan, selama sekitar lima belas menit, masyarakat terlihat sangat panik, dan hingga malam tadi berada di luar rumah. Isu itu beredar begitu cepat dari mulut ke mulut.

“Isu-isu sudah banyak sebenarnya. Tapi saya tidak tahu, isu kali ini begitu cepat beredar. Saat ini saya berada di pinggiran pantai, dan masyarakat masih berada di luar rumah, tutur Syafruddin, malam tadi.

Kepanikan masyarakat di Pulau Simeuleu akhirnya mereda setelah ada pengumuman tidak ada gelombant tsunami susulan. Menurut Syafrudin, masyarakat di Simeuleu, masih sangat trauma terhadap bencana tsunami yang terjadi 26 Desember lalu.

Para pengungsi yang masih trauma bencana gelombang tsunami saat ini dilaporkan kekurangan para pendamping psikologi. Menurut Ibnu Munzir dari Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indoensia, pendampingan secara khusus perlu dilakukan agar masyarakat tidak mengalami trauma berkepanjangan.