Halaman Depan   Laporan Utama   Tajuk 68H   Profil 68H   Agenda 68H

Tuesday, January 11, 2005

Prosedur TNI Persulit Kerja Relawan

Kegiatan kemanusiaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pasca bencana gempa dan tsunami, masih dipersulit oleh prosedur penertiban yang diberlakukan TNI. Prosedur penertiban itu, tidak hanya diberlakukan terhadap relawan internasional, melainkan juga relawan Indonesia. Setiap pekerjaan yang dilakukan tim relawan, harus dilaporkan lebih dahulu kepada Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Alam, Bambang Dharmono.

Sulitnya prosedur itu juga dialami relawan dari Kantor Berita Radio 68H di Banda Aceh, ketika hendak membuat sumur-sumur air bersih, untuk para pengungsi korban bencana alam. Direktur Kantor Berita Radio 68H, Santoso, di Banda Aceh mengatakan, pekerjaan pembuatan sumur sempat terhambat, ketika beberapa personel TNI dengan senjata lengkap memintanya melaporkan kegiatan itu kepada komandan mereka.

Ia menyayangkan, rumitnya birokrasi yang diterapkan militer di Aceh dalam situasi darurat seperti saat ini. Apalagi, untuk mengurus izin juga menghadapi kendala transportasi. Kantor Berita Radio 68H, berencana membangun 20 sumur di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam guna memudahkan para pengungsi memperoleh air bersih, yang sampai saat ini masih langka.

Sementara itu, Faisal Basri, dari Komisi Darurat Kemanusiaan menilai, penertiban yang dilakukan pemerintah terhadap relawan kemanusiaan asing di Aceh tidak beralasan. Menurut ia, penertiban itu mencerminkan kekhawatiran pemerintah yang berlebihan.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Panglima TNI Endriartono Sutarto mengatur keterlibatan pihak asing terutama militer dalam operasi kemanusiaan di Aceh. Menurut Faisal Basri, sikap tersebut mencerminkan buruknya perencanaan dan pemetaan pemerintah dalam menanggulangi bencana di Aceh.