Presiden Minta Indonesia Dikeluarkan dari Daftar Negara Tidak Kooperatif Pemberantasan Pencucian Uang
(KBR 68h - 24 Januari 2005) Presiden Yudhono menunjuk sejumlah menteri sebagai utusan khusus untuk menyampaikan surat kepada sejumlah kepala negara. Surat itu berisi permintaan Indonesia agar bisa segera dikeluarkan dari daftar negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang. Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Indonesia sudah masuk dalam daftar negara yang tidak kooperatif pasca krisis moneter tahun 1998. Yusril menambahkan, pemerintah keberatan masih dikategorikan negara non koperatif karena Indonesia sudah berperan aktif dalam masalah pencucian uang.
"Kita berusaha keras menyelesaikan masalah ini dengan berbagai langkah positif, baik dari diplomasi peraturan perundang-undangan, kriminalisasi terhadap para pelaku. Praktik di lapangan juga menunjukkan, jaksa mulai menuntut kasus tertentu dalam tindak korupsi dengan dakwaan berlapis, termasuk dakwaan pencucian uang," ujar Yusril.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK telah melobi sejumlah negara agar Indonesia bisa dikeluarkan dari daftar negara non kooperatif di bidang pencucian uang. Namun, lobi yang dilakukan PPATK itu masih belum maksimal. Karena itu, Presiden Yudhono akan mengirimkan surat kepada Presiden Amerika Serikat, Brazil, Selandia Baru, Prancis dan Jepang sehubungan dengan upaya Indonesia untuk keluar dari daftar negara non kooperatif di bidang pencucian uang. (han/cit)
